Arung Sejarah Bahari III
Pamor Global Ternate-Tidore Makin Menghilang
Selasa, 22 April 2008 | 02:28 WIB
TERNATE, SELASA-Semestinya tidak hanya kekayaan khazanah budaya Bali, tetapi juga Ternate-Tidore sebagai penghasil rempah-rempah yang mendorong motivasi penjelajahan dunia pada masa lalu bisa membuat Indonesia dikenal. Pamor global Ternate-Tidore saat ini terus makin menghilang, sehingga diperlukan revitalisasi peradaban bahari.
Demikian salah satu hasil diskusi dari pembukaan Arung Sejarah Bahari (Ajari) III bertemakan “Membangun Kembali Peradaban Bahari dengan Menjelajah Pusat Perdagangan Rempah-Rempah Nusantara”, Senin (21/4) malam di Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Pada keesokan harinya dimulai perjalanan mengarungi laut menuju Pulau Bacan dari Ternate selama sekitar enam jam.”Seperti Bali kadang lebih dikenal di dunia daripada Indonesia. Ternate dan Tidore semestinya juga demikian, karena selama Abad XV menjadi penghasil komoditi dunia berupa rempah-rempah yang mendorong penjelajahan dan keinginan bangsa-bangsa dari Eropa untuk menguasai perdagangannya,” kata salah satu narasumber diskusi Bambang Budi Utomo, peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
Justru sampai sekarang yang patut disayangkan, menurut Bambang, kondisi rawan konflik pada masyarakat setempat masih diwarisi dari hubungan sejarah antara Ternate yang pernah dikuasai Portugis,dan Tidore yang pernah dikuasai Spanyol. Ini terbukti dalam situasi pascapemilihan kepala daerah atau gubernur provinsi Maluku Utara masih terjadi konflik berlarut-larut sejak tujuh bulan lalu hingga kini. Tetapi, situasinya hingga pelaksanaan Ajari III ini cenderung tetap aman.
Ajari III sebagai sinergi kegiatan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) dengan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), semula pembukaannya dijadwalkan di Pendopo Gubernur Maluku Utara, dialihkan di Ballroom Hotel Amara, Ternate.
Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Utara Hartoyo Kaliman serta Sekretaris Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala, Depbudpar, Nies Anggraeni, hadir membuka kegiatan tersebut yang berlangsung hingga 25 April 2008 nanti.Sebanyak 94 mahasiswa berhasil diseleksi sebagai peserta Ajari III dari sekitar 40 perguruan tinggi di Indonesia. Kriteria penilaian bagi peserta di antaranya memiliki indeks prestasi kumulatif 3 atau lebih, mengajukan makalah yang relevan dengan tema kegiatan, dan menguasai salah satu seni tradisi.
Lokasi tujuan Ajari III meliputi beberapa situs bersejarah yang sebagian besar peninggalan peradaban pada Abad XV di wilayah Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo yang merupakan wilayah kepulauan terpisah satu sama lain.Narasumber lain pada diskusi pembukaan tersebut, Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) Maluku Utara Syahril Muhammad dan dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Alex Soselisa.
Syahril mengutip laporan salah satu penjelajah Eropa Tomi Pires pada tahun 1515 setelah mencapai Malaka, menyatakan, saat itu pedagang-pedagang Melayu menyebutkan Tuhan menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk pala, dan Maluku utara untuk cengkeh.
Disebutkan pula, barang-barang dagangan itu tidak tumbuh di tempat lain di dunia, kecuali di tempat itu. Demikian halnya, Alex memaparkan kondisi perairan di Kepulauan Maluku saat ini yang masih berpotensi untuk pengembangan ekonomi pada sektor perikanan maupun pemanfaatan bidang kelautan untuk berbagai tujuan seperti energi, pariwisata, pemantauan iklim lokal dan global, dan sebagainya.
Nathan Tabay, mahasiswa peserta dari Universitas Cenderawasih, Papua, dalam diskusi sempat menggugat melalui pertanyaan, pada masa lalu kejayaan raja-raja karena memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tetapi, sampai sekarang mengapa juga tidak dapat disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang baik?(NAW)
Sumber : kompas.com